Rabu, 29 Desember 2010

G. Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan

Pengertian Masyarakat
Beberapa definisi mengenai masyarakat dari para sarjana, seperti misalnya :
1. R.Linton : masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu
2. MJ.Herkovits : masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu
3. J.L.Gilian : masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil
4. S.R.Steinmetz : masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai perhubungan yang erat dan teratur.
5. Hasan Sadily : masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

Dalam arti luas masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.

Masyarakat harus mempunyai syarat-syarat berikut :
1. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang
2. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu
3. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju pada kepentingan dan tujuan bersama.

Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam :
1. Masyarakat paksaan, misalnya Negara, masyarakat tawanan, dan lain-lain
2. Masyarakat merdeka, yagn terbagi dalam :
a. Masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan, suku.
b. Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi, kongsi perekonomian.

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota lebih tegas.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
5. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi
6. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

Perbedaan desa dan kota
1. Jumlah dan kepadatan penduduk
2. Lingkungan hidup
3. Mata pencaharian
4. Corak kehidupan sosial
5. Stratifikasi sosial
6. Mobilitas sosial
7. Pola interaksi sosial
8. Solidaritas sosial
9. Kedudukan dalam hierarki administrasi nasional

Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya akan tercermin dalam komponen-komponen yang membentuk stuktur kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
1. Wisma : unsur ini merupakan bagian ruang kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya. Unsur wisma ini menghadapkan
a. Dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai dengan pertambahan kebutuhan penduduk untu masa mendatang
b. Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidpan yang layak.
2. Karya : merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota.
3. Marga :ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya didalam kota.
4. Suka : merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
5. Penyempurna : merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasiltias keagamaan, perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.

Masyarakat Pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sukardjo Kartohadi adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut paul H.Landis : desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa
2. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan
3. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris.

Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
4. Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.

Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan –ketegangan sosial. Gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan :
a. Konflik
b. Kontraversi
c. Kompetisi
d. Kegiatan pada masyarakat pedesaan
H. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan

Ilmu Pengetahuan

“Ilmu pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ ilmu “ dan “ pengetahuan “, yang masing-masing punya identitas sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Untuk membuktikan pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori kebenaran pengetahuan :
1. Pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil (proposisi) yang terdahulu
2. Pengetahuan dianggap benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan
3. Pengetahuan dianggap benar apabila mempunyai konsekwensi praktis dalam diri yang mempunyai pengeahuan itu.

Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu ; ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Epistemologis hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh ilmu pengetahuan. Ontologis dapat diartikan hakekat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup ujud yang menajdi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain ontologism merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih
2. Selektif
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya.

Teknologi
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan (body ofknowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of arts) yang mengandung pengetian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknoogi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah merode sistematis untuk mencapai tujuan insani” (Eugene Stanley, 1970).
Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “The Technological Society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhingkan sebelumnya.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis.
4. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi.
7. Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang dengan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagai berikut :
1. Teknik meliputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri.
2. Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3. Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sektor kehidupan manusia dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
Alvin Tofler (1970) mengumpamakan teknologi itu sebagai mesin yang besar atau sebuah akselarator (alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai bahan bakarnya. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan kualtiatif, maka kiat meningkat pula proses akselerasi yang ditimbulkan oleh mesinpengubah, lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih banyak dan lebih baik lagi.
Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
1. Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
2. Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
3. Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi

Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam hal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya.
Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan tertuangkan dalam nilai uang sebgai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal ( versi bank dunia, dikota 75 $ dan desa 50 $AS perjiwa setahun, 1973) ( berapa sekarang ? ).
Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan.
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha
3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.

Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsur :
1. Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
3. Kemiskinan buatan. Yang relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur buatan manusia, baik struktur ekonomi, politik, sosial maupun cultural. Selain disebabkan oleh hal – hal tersebut, juga dimanfaatkan oleh sikap .

Salah satu contoh studi kasus yang layak dibaca, dapat dilihat di sini:
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA

Sebuah kutipan dari salah satu tokoh besar di dunia untuk menutup artikel ini:
"JIKA SAYA TERLAHIR MISKIN, ITU BUKAN SALAH SAYA. TETAPI JIKA SAYA MENINGGAL DALAM KEADAAN MISKIN ITU ADALAH KESALAHAN SAYA"


Semoga bermanfaat ^^

Senin, 27 Desember 2010

ILMU SOSIAL DASAR (part III)

E. WARGANEGARA DAN NEGARA


Negara, Warga Negara, dan Hukum
Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :
1. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan
2. Mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.

Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat. Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib alam hukum masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat.

Ciri-ciri dan sifat hukum
Ciri hukum adalah :
- Adanya perintah atau larangan
- Perintah atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap masyarakat

Sumber-sumber hukum
Sumber hukum ialah sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang memaksa, yang kalau dilanggar dapat mengakibatkan sangsi yang tegas dan nyata. . Sumber hukum formal antara lain :
1. Undang-undang (statue); ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara
2. Kebiasaan (costume); ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat. Sehingga tindakan yang berlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.
3. Keputusan hakim (Yurisprudensi); ialah keputusan terdahulu yang sering dijadikan dasar keputusan hakim kemudian mengenai masalah yang sama
4. Traktaat (treaty); ialah perjanjian antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal, sehingga masing-masing pihak yang bersangkutan terikat dengan isi perjanjian tersebut
5. Pendapat sarjana hukum; ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah

Pembagian hukum
1. Menurut “sumbernya” hukum dibagi dalam :
- Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
- Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak pada kebisaan (adapt)
- Hukum Traktaat, hukum yang diterapkan oleh Negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara
- Hukum Yurisprudensi, hukum yaitu yang terbentuk karena keputusan hakim
2. Menurut “bentuknya” hukum dibagi dalam :
- Hukum tertulis, yang terbagi atas
a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah dibukukan jenis-jenisnya dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
b. Hukum Tertulis tak dikodifikasikan
- Hukum tak tertulis
3. Menurut “tempat berlakunya” hukum dibagi dalam :
- Hukum nasional ialah hukum dalam suatu Negara
- Hukum Internasional ialah hukum yang mengatur hubungan internasional
- Hukum Asing ialah hukum dalam negala lain
- Hukum Gereja ialah norma gereja yang ditetapkan untuk anggota-anggotanya
4. Menurut “waktu berlakunya “hukum dibagi dalam :
- Lus constitum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
- Lus constituendem ialah hukum yang diharapkan akan berlaku di waktu yang akan datang
- Hukum Asasi (hukum alam ) ialah hukum yang berlaku dalam segala bangsa di dunia
5. Menurut “cara mempertahankannya” hukum dibagi dalam :
- Hukum material ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah – perintah dan larangan-larangan
- Hukum Formal (hukum proses atau hukum acara ) ialah hukum yang memuat peraturan yagn mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi keputusan
6. Menurut “sifatnya” hukum dibagi dalam :
- Hukum yang memaksa ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan mempunya paksaan mutlak.
- Hukum Yang mengatur (pelengkap) ialah hukum yang dapat dikesampingkan, apabila pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian
7. Menurut “wujudnya” hukum dibagi dalam :
- Hukum obyektif ialah hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang lain atau golongan tertentu.
- Hukum subyektif ialah hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih. Kedua jenis hukum ini jarang digunakan
8. Menurut “isinya” hukum dibagi dalam :
- Hukum privat (hukum sipil ) ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan
- Hukum public (hukum Negara ) ialah hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan warganegaranya
Negara
Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan mansia dalam masyarakat. Negara mempunyai 2 tugas utama yaitu :
1. Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang bertentangan satu dengan lainnya
2. Mengatur dan menyatukan kegiatan-kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan besama yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan Negara.

Sifat Negara
1. Sifat memaksa, artinya Negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar tercapai ketertiban dalam masyarakat dan mencegah timbulnya anarkhi
2. Sifat monopoli, artinya Negara mempunyai hak kuasa tunggal dan menetapkan tujuan bersama dari masyarakat
3. Sifat mencakup semua, artinya semua peraturan perundangan mengenai semua orang tanpa terkecuali.

Bentuk Negara
1. Negara kesatuan (unitarisem) adalah suatu Negara yang seluruh pemerintahannya berada pusat.
- Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi. Didalam sistem ini, segala sesuatu dalam Negara langsung diatur dan diurus pemerintah pusat.
- Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Didalam Negara ini daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
2. Negara serikat ( federasi) aalah Negara yang terjadi dari penggabungan beberapa Negara yang semua berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka, berdaulat, kedalam suatu ikatan kerjasa yang efektif untuk melaksanakan urusan secara bersama

Bentuk kenegaraan yang kita kenal :
1. Negara dominion
2. Negara uni
3. Negara protectoral
Unsur-unsur Negara :
1. Harus ada wilayahnya
2. Harus ada rakyatnya
3. Harus ada pemerintahnya
4. Harus ada tujuannya
5. Harus ada kedaulatan

Tujuan Negara
1. Perluasan kekuasaan semata
2. Perluasan kekuasaan untuk mencapai tujuan lain
3. Penyelenggaraan ketertiban umum
4. Penyelenggaraan kesejahteraan Umum
Sifat-sifat kedaulatan :
1. Permanen
2. Absolut
3. Tidak terbagi-bagi
4. Tidak terbatas
Sumber kedaulatan :
1. Teori kedaulatan Tuhan
2. Teori kedaulatan Negara
3. Teori kedaulatan Rakyat
4. Teori kedaulatan hukum

Orang-orang yang berada dalam wilayah satu Negara dapat dibedakan menjadi :
1. Penduduk; ialah mereka yang telah memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan Negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) di wilayah Negara ini. Penduduk ini dibedakan menjadi dua yaitu:
- Penduduk warganegara atau warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah Negara tersebut dan mengakui pemerintahannya sendiri
- Penduduk bukan warganegara atau orang asing adalah penduduk yang bukan warganegara
2. Bukan penduduk; ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah tersebut
Ada 2 kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kewarganegaraan seseorang:
1. Kriterium kelahiran. Berdasarkan kriterium ini masih dibedakan menjadi dua yaitu :
- Kriterium kelahiran disebut juga Ius Sanguinis. Didalam asas ini seorang memperoleh kewarganegaraan suatu Negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, dimanapun ia dilahirkan
- Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau Ius Soli. Didalam asas ini seseorang memperoleh kewarganegaraannya berdasarkan Negara tempat dimana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warganegara dari Negara tersebut.
2. Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan Negara lain.

F. PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

Pendahuluan
Satu hal yang tidak dapat kita sangkal adalah bahwa keadaan di dunia selalu bergerak dinamis. Dari segi alam ternyata bahwa tumbuh-tumbuhan, tumbuh mulai dari kecil hingga besar dan dapat menghasilkan buah. Demikian dalam kenyataan terlihat ada pohon besar dan pohon kecil, jenisnya pun berbeda.
Demikian juga dengan masyarakat. masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama, sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan dimana mereka merupakan sistem hidup bersama. Kenyataan-kenyataan yang terlihat ini menunjukkan bahwa di dalam kehidupan manusia, maupun kehidupan alam terdapat adanya tingkatan/lapisan didalamnya. Pelapisan terdapat sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat. Pelapisan maksudnya adalah keadaan yang berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat. Istilah pelapisan diambil dari kata stratifikasi. Istilah stratifikasi berasal dari kata stratum ( jamaknya adalah strata, yang berarti lapisan). Pitirim A sorokin mengatakan bahwa pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchies). Perwujudan dari gejala stratifikasi sosial adalah adanya tingkatan tinggi dan rendah. Dasar dan inti lapisan-lapisan didalam masyarakat adalah karena tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban dan tanggung jawab, serta dalam pembagian nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota masyarakat.
Terjadinya pelapisan sosial
1. Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelapisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata tertentu adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau sakti.
2. Terjadi dengan disengaja
Sistem pelapisan ini disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Sistem ini dapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemerintahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua system, yaitu :
- Sistem fungsional ; merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan, misalnya dalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan karyawan.
- Sistem scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertical)

Pembagian Sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi :
1. Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Didalam sistem ini perpindahan anggota masyarakat kepelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyarakatnya mengenal sistem kasta.
2. Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Didalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan yang di atasnya. Status (kedudukan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri diebut “achieved status”.

Kesamaan Derajat
Cita-cita kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama mengajarkan bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya kesamaan derajat. Terbukti dengan adanya Universal Declaration of Human Right, yang lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya sejak lahir yang melekat pada dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi serta universal.
Indonesia, sebagai Negara yang lahir sebelum declaration of human right juga telah mencantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945 hak-hak azasi manusia. Pasal 27 (2) UUD 1945 menyatakan bahwa, tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 29(2) menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Elite dan Massa
Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Di dalam suatu pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunanan lainnya lagi. Mereka inilah pada umumnya yang memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : pertama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problem yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.
Isilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spontan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku misal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberapa peristiwa nasional. Ciri-ciri massa adalah :
1. Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial.
2. Massa merupakan kelompok yang anonym, atau lebih tepat, tersusun dari
individu-individu yang anonym
3. Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya.

Untuk memahami lebih dalam mengenai pembahasan ini, Anda dapat membaca studi kasus berikut ini:

NEGARA vs MASYARAKAT DALAM POLITIK AGRARIA (Studi Kasus Eksistensi Kepemilikan Masyarakat Adat Atas Hutan Dalam Areal Taman Nasional Siberut Di Desa Bojakan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai)

Jumat, 17 Desember 2010

Pohon Natal ( Christmas's Tree)

We wish you a Merry Christmas
We wish you a Merry Christmas
We wish you a Merry Christmas
and a Happy New Year.


Potongan lagu di atas sebentar lagi akan berdengung di telinga kita karena,,
Christmas time is here...yippie. Sebagian besar saudara - saudara kita yang beriman Kristiani pasti lagi happy and excited banget nyiapin segala sesuatunya.

Naaah, untuk menyambut hari raya Natal, umat Kristiani mulai menghiasi pohon natal miliknya. Selain itu, di berbagai mall dan tempat-tempat umum lainnya, kita juga dapat melihat pohon natal dengan berbagai hiasan nan indah. Dengan kerlap kerlip lampu membuat hiasan natal menjadi lebih semarak. Tapi tahukah kamu ternyata pohon natal yang merupakan pohon cemara penuh hiasan berasal dari pengalaman supranatural Santo Bonifacius yang memimpin beberapa gereja di Jerman dan Perancis?



Dalam sebuah perjalanan, seorang rohaniawan asal Inggris, Santo Bonifacius tidak sengaja bertemu dengan sekelompok orang yang akan berbuat jahat. Mereka berniat untuk mempersembahkan seorang anak kepada dewa Thor di pohon oak. Tentu saja tindakan mereka sangat tidak dibenarkan. Karena itu, Santo Bonifacius berusaha mencegah. Ajaib, niatnya itu berbuah kekuatan luar biasa. Ia mampu merobohkan pohon tersebut dengan memukulnya. Dan, setelah itu, pohon oak yang dirobohkan tumbuh menjadi sebuah pohon cemara.
Namun, ada versi lain yang mengisahkan asal mula pohon natal dari tokoh reformasi Gereja, Martin Luther. Pada suatu malam, Luther berjalan-jalan di hutan yang sangat indah dengan banyak pohon cemara. Keindahan gemerlap bintang di angkasa terkesan sampai menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan. Di sana, Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawa pulang untuk keluarganya. Kemudian untuk menciptakan gemerlap seperti yang ia lihat di hutan, Luther memasang lilin-lilin pada setiap cabang pohon cemara yang dibawanya ke rumah.



Kini pohon cemara tidak dihiasi dengan cahaya lilin melainkan dengan lampu kerlap kerlip dan berbagai hiasan natal seperti peri, bintang, lonceng, dan hiasan natal lainnya. Dengan adanya pohon natal, suka cita menyambut hari kelahiran Sang Juru Slamat semakin semarak.

>>
Apapun kisah sejarahnya semoga Hari Natal tetap dapat menjadi momentum untuk berbagi kasih pada sesama dan suka cita untuk menyambut lahirnya Sang Juru Slamat.

FELIZ NAVIDAD
MAY JESUS CHRIST ALWAYS BLESS YOU AND YOUR FAMILY.



>>
dikutip dari sini dengan pengubahan seperlunya.

Senin, 01 November 2010

LAYANAN ON-LINE UNIVERSITAS GUNADARMA

STUDENTSITE

Studensite adalah layanan bagi mahasiswa Universitas gunadarma yang digunakan untuk memudahkan mahasiswa dalam mengakses:
~Jadwal Kuliah
~Informasi dari BAAK
~Pengumpulan Tugas ke dosen
~Pengumpulan Tulisan

Kelebihan dari studentsite:

~memudahkan mahasiswa dalam berkomunikasi dengan dosen
~Mahasiswa dapat mengakses segala informasi yang ada
di Universitas Gunadarma tanpa hars mendatangi langsung Universitas.
~Mahasiswa dapat mencari informasi tentang lowongan pekerjaan.
~mahasiswa bisa melihast informasi nilai yang diberikan dosen.

Kekurangan dari studentsite antara lain:

~studentsite seringkali tidak dapat diakses.

Link untuk mengakses studentsite:
http://studentsite.gunadarma.ac.id/login.php

LIBRARY
Perpustakaan yang dilengkapi dengan beragam bahan pustaka yang terdiri dari buku literatur baik dalam bahasa Indonesia, maupun dalam bahasa Inggris, majalah, jurnal ilmiah serta buku ilmu pengetahuan lainnya. Fasilitas Perpustakaan Universitas Gunadarma telah digunakan oleh mahasiswa, dosen, karyawan dan alumni Universitas Gunadarma.

Dengan Library Gunadarma, mahasiswa Gunadarma dapat melakukan booking buku terlebih dahulu sebelum melakujkan peminjaman, jadi kita bisa memesan peminjaman buku secara onlne.

Kelebihan :

~ Memudahkan mahasiswa yang ingin memuaskan hasratnya yang tinggi dalam membaca.


Kekurangan :
~ Layanan on-line ini tidak menyediakan Softcopy buku-buku yang ada, sehingga apabila mahasiswa ingin meminjam buku harus datang langsung ke perpustakaan.


Link untuk mengakses Library:
http://library.gunadarma.ac.id/

Minggu, 24 Oktober 2010

Individu, Keluarga, Masyarakat

Individu, Keluarga dan Masyarakat
Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang terbatas di banding jenis mahluk lain ciptaan Tuhan. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah mengenal dan berhubungan dengan manusia lainnya. Seandainya manusia itu hidup sendiri, misalnya dalam sebuah ruangan tertutup tanpa berhubungan dengan manusia lainnya, maka jelas jiwanya akan terganggu.
Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan dengan orang lain disebut “gregariousness”. Dengan demikian manusia dikenal sebagai mahluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus apat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu :
1. Menyatu dengan manusia lain yang berbeda disekelilingnya.
2. Menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya.

Manusia itu pada hakekatnya adalah mahluk sosial, tidak dapat hidup menyendiri. Ia merupakan “Soon Politikon”, manusia itu merupakan mahluk yang hidup bergaul, berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan manusia, kelompok-kelompok sosial yang berupa keluarga, dan masyarakat.

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU
Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai keluarga dan masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia.
Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Didalam suatu kerumunan massa manusia cenderung menyingkirkan individualitasnya, karena tingkah laku yang ditampilkannya hampir identik dengan tingkah laku masa.
PERTUMBUHAN INDIVIDU

Kamis, 07 Oktober 2010

ILMU SOSIAL DASAR

A. ISD sebagai salah satu MKDU


ILMU SOSIAL DASAR SEBAGAI KOMPONEN MATA KULIAH DASAR UMUM

Tujuan pendidikan umum di perguruan tinggi adalah :
1. usaha membantu perkembangan kepribadian mahasiswa agar mampu berperan sebgai anggota masyarakat dan bangsa serta agama
2. Untuk menumbuhkan kepekaan mahasiswa terhadap masalah-masalah dan kenyataan-kenyataan sosial yagn timbul di dalam masayrakat Indonesia
3. Memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mampu berpikir secara interdisipliner, dan mampu memahami pikiran para ahli berbagai ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian memudahkan mereka berkomunikasi
Jadi pendidikan umum bertujuan untuk menopang keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmunya. demikian juga berbeda dengan pendidikan keahlian yang bertujuan untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam bidang atau disiplin ilmunya.
Pendidikan umum yang diselenggarakan oleh universtias dan institut kemudian dikenal dengan mata kuliah dasar umum atau MKDU yangterdiri dari beberapa mata kuliah , yaitu : 1) Agama, 2) Kewarganegaraan, 3) Pancasila, 4) Kewiraan, 5) IBD dan 6) ISD.
Ilmu sosial dasar adalah salah satu mata kuliah dasar umum yang merupakan matakuliah wajib yang diberikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Tujuan diberikannya mata kuliah ini adalah semata-mata sebagai salah satu usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk dapat peduli terhadap masalah – masalah sosial yang terjadi dilingkungan dan dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial dasar.

Secara khusus mata kuliah dasar umum bertujuan untuk menghasilkan warga Negara sarjana yang :
1. Berjiwa Pancasila.
2. Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, dan memiliki toleransi terhadap pemeluk agama lain.
3. memiliki wawasan komprehensif dan pendekatan integral didalam menyikapi permasalahan kehidupan.
4. Memiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bermasyarakat.

LATAR BELAKANG, PENGERTIAN DAN TUJUAN ISD

Latar belakang diberikannya ISD adalah banyaknya kritik oleh sejumlah para cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial dan kebudayaan. Mereka menganggap sistem pendidikan kita berbau colonial, dan masih merupakan warisan sistem pendidikan Pemerintah Belanda karena pada kenyataannya Pendidikan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai seperangkat pengetahuan yang terdiri atas.
1. Kemampuan akademis; adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir logis, kritis, sitematis, dan analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemecahannya
2. Kemampuan professional; adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan.
3. Kemampuan personal ; adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan cara sikap.

Dengan seperangkat kemampuan yang dimilikinya lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadi sarjana yang cakap, ahli dalam bidang yang ditekuninya. Adapun yang menjadi sasaran perhatian adalah antara lain :
1. berbagai kenyataan yang bersama-sama merupakan masalah sosial yang dapat ditanggapi dengan pendekatan sendiri maupun sebagai pendekatan gabungan (antar bidang)
2. Adanya keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial lain dalam
masyarakat, yang masing-masing mempunyai kepentingan kebutuhan
serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri.
Ilmu sosial dasar adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk menkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi , dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya dapaat menjadi lebih besar.
Sebagai salah satu mata kuliah umum, ISD bertujuan membantu kepekaan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas.
Ilmu pengetahuan dikelompokkan dalam 3 kelompok besar yaitu :
1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta.
2. Ilmu-ilmu sosial ( social scince ) . ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia.
3. Pengetahuan budaya ( the humanities ) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi.

Kehidupan manusia sebagai mahluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya.masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya.
Yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia itu terwujud. Menurut umum atau warga masyarakat, masalah sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah sosial. Menurut para ahli, masalah sosial adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan..
Contoh pedagang kaki lima. Menurut definisi umum, pedagang kaki lima bukan masalah sosial karena merupakan upaya mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya, dan pelayanan bagi warga masyarakat pada taraf ekonomi tertentu. Sebaliknya para ahli perencanaan kota menyatakan pedagang kaki lima sebagai sumber kekacauan lalu lintas dan peluang kejahatan. Batasan lebih tegas lagi dikemukakan oleh Leslie (1974) yang disitat oleh Parsudi (1981), bahwa masalah sosial adalah suatu kondisi yang mempunyai pengaruh kepada kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai, oleh karena itu dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki.








B.Penduduk, Masyarakat dan kebudayaan



PENDAHULUAN

Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan populasi dan disini dapat meliputi populasi hewan, tumbuhan dan juga manusia. Selain itu. Penduduk juga digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan (selo sumarjan dan sulaiman.s)

PENDUDUK DAN PERMASALAHANNYA
Orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus. Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penduduk.

DINAMIKA PENDUDUK
Dinamika penduduk menunjukkan adanya faktor perubahan dalam hal jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk. Penduduk bertambah tidak lain karena adanya unsur lahir, mati, datang dan pergi dari penduduk itu sendiri. Karena keempat unsur tersebut maka pertambahan penduduk dapat dihutung dengan cara : pertambahan penduduk = ( lahir – mati) + ( datang – pergi ). Pertambahan penduduk alami karena diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian . Unsur penentu dalam pertambahan penduduk adalah tingkat fertilitas dan mortalitas.
Fertilitas adalah tingkat pertambahan anak yang dihitung dari jumlah kelahiran setiap seribu penduduk dalam satu tahun. Faktor kedua mempengaruhi pertumbuhan penduduk ialah mortalitas atau tingkat kematian secara kasar disebut Crude Date Rate (CDR), yaitu jumlah kematian pertahun perseribu penduduk. Untuk memproyeksikan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Pn = (1 + r) n x Po
Pn = jumlah penduduk yang dicari pada tahun tertentu (proyeksi penduduk)
r = tingkat pertumbuhan penduduk dalam prosen
n = jumlah dari tahun yang akan diketahui
Po = jumlah penduduk yang diketahui apa tahun dasar

KOMPOSISI PENDUDUK

Berdasarkan komposisinya piramida penduduk dibedakan atas :
- Penduduk muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
- Bentuk piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan lanjut usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan penduduk suatu Negara
- Piramida penduduk tua, yaitu piramida pendduk yang menggambarkan penduduk dalam kemunduran, pyramid ini menunjukkan bahwa penduduk usia muda jumlanya lebih kecil dibandingkan dengan penduduk dewasa.

PERSEBARAN PENDUDUK
Kecenderungan manusia untuk memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak pola hidup masih sangat sederhana. Itulah maka sejak masa purba daerah sangat subur selalu menjadi perebutan mansuia, sehingga tidak salah lagi bahwa daerah yang subur ini kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk. Sudah barang tentu hal semacam ini terjadi didaerah/Negara yang pola hidup penduduknya masih bertani.

PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan masyarakat.
Rasa dan cipta dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya, agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
Dari pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu merupakan keseluruhan dari pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia itu sendiri. Atas dasar itulah para ahli mengemukakan adanya unsur kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu :
1. unsur religi
2. sistem kemasyarakatan
3. sistem peralatan
4. sistem mata pencaharian hidup
5. sistem bahasa
6. sistem pengetahuan
7. seni
Bertitik tilah dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain :
1. wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup
2. kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia

KEBUDAYAAN HINDU, BUDHA DAN ISLAM
Kebudayaan Hindu dan Budha
Pada abad ke-3 dan je-4 agama Hindu masuk ke Indonesia khususnya ke pulau Jawa. Perpaduan atau akulturasi antara kebudayaan setempat dengan kebudayaan Hindu yang berasal dari India itu berlangsugn luwes dan mantap. Sekitar abad ke 5, ajaran Buddha atau Buddhisme masuk ke Indonesia, khususnya ke pulau Jawa. Agama/ajaran budha dapat dikatakan berpandangan lebih maju dari pada hinduisme, sebab Budhisme tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat.
Walaupun demikian, kedua agama itu di Indonesia, khususnya di pulau jawa tumbuh dan berkembang berdampingan secara damai. Baik penganut hinduisme maupun budhisme melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra.

Kebudayaan Islam
Pada abad ke-15 dan ke-16, agama Islam telah dikembangkan di Indonesia, oleh para pemuka-pemuka Islam yang disebut wali sanga. Titik sentral penyebaran agama islam pada abad itu berada di pulau Jawa. Masuknya agama Islam ke Indonesia, teristimewa ke pulau Jawa berlangsung dalam suasana damai. Hal ini disebabkan karena Islam masuk ke Indonesia tidak dengan paksa, melainkan dengan cara baik-baik. Di samping itu disebabkan sekap toleransi yang dimiliki bangsa kita
Pada abad ke-15, ketika kejayaan maritim majapahit mulai surut, berkembanglah negara-negara pantai yang dapat merongrong kekuasaan dan kewibawaan Majapahit yang berpusat pemerintahan di pedalaman. Agama islam berkembang pesat di Indonesia dan menjadi agama yang mendapat penganut sebagian besar penduduk Indonesia.
KEBUDAYAAN BARAT
Awal kebudayaan barat masuk ke negara tercinta ini ketika kaum kolonialisme/penjajah menggedor masuk ke Indonesia, terutama bangsa Belanda. Mulai dari penguasaan dan kekuasaan perusahaan dagang Belanda (VOC) dan berlanjut dengan pemerintahhan kolonialisme Belanda, tanah air Indonesia telah dijajah selama 350 tahun. Dalam kurun waktu itu juga, di kota-kota pusat pemerintahan terutama di Jawa, Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua lapisan sosial. Lapisan sosial pertama, terdiri dari kaum buruh dari berbagai lapangan pekerjaan. Lapisan kedua, adalah kaum pegawai. Dalam lapisan sosial kedua inilah pendidikan Barat di sekolah-sekolah dan kemampuan/kemahiran bahasa Belanda menjadi syarat utama untuk mencapai kenaikan kelas sosial.
Akhirnya masih harus disebut pengaruh kebudayaan Eropa yang masuk juga kedalam kebudayaan Indonesia, ialah agama Katolik dan agama kristen protestan. Agama-agama tersebut biasanya disiarkan dengan segnaja oleh organisasi-organisasi penyiaran agama( missie untuk agama Katolik dan Zending untuk agama kristen) yang semuanya bersifat swasta.
KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
Berbagai penelitian antropologi budaya menunjukkan, bahwa terdapat korelasi diantara corak-corak kebudayaan dengan corak-corak kepribadian anggota-anggota masyarakat, secara garis besar. Manakala pemilik kebudayaan itu menganggap bahwa segala sesuatu yang terangklum dan terlebur dalam segala materi kebudayaan itu sebagai sesuatu yang logis, normal, serasi, dan selaras dengan kodrat alam dan tabiat asasi manusia dan sebagainya. setiap masyarakat mempunyai sistem nilai dan sistem kaidah sebagai konkretisasinya.

PRANATA SOSIAL DAN INSTITUSIONALISASI
Untuk menjaga agar hubungan antar anggota masyarakat dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka didalam masyarakat dibedakan adanya : cara atau “usage” kelaziman (kebiasaan) atau “folkways”; tata kelakuan atau “mores”, dan adapt istiadat “costom”.
Usage menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan, kekuatan mengikatnya sangat lemah bila dibandingkan dengan folkways. Penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, hanya celaan dari individu yang dihubungi.
Folkways diartikan sebagai perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang diikutinya kurang berdasarkan pelikiran dan mendasarkan pada kebiasaan katau tradisi. Folkways menunjukkan pola berperilaku yang diikuti dan diterima oleh masyarakat.
Mores diikuti tidak hanya secara otomatis kurang berpikir, tetapi karena dihubungkan dengan suatu keyakinan dan perasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat.. Mores ini disatu pihak memaksakan perbuatan dan dilain pihak melarangnya tata kelakuan yang kekal dan kuat integritasnya dengan pola-pola perilaku masyarakat, dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi costom, atau adapt istiadat. Anggota masyarakat yang tidak mematuhi adat istiadat akan menerima suatu sangsi yang tegas..
Dr. Koentjaraningrat membagi lembaga sosial/pranata-pranata kemasyarakatan menjadi 8 macam yaitu :
1. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan atau domestic institutions
2. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mata pencaharian hidup ( economic institutions)
3. Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia (scientific institution)
4. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan pendidikan (educational institutions)
5. Pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah, menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic anda recreational institutions)
6. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib (religius institutions)
7. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok atau bernegara (political institutios)
8. Pranata yang bertujuan mengurus kebutuhan jasmaniah manusia (cosmetic institutions)

PIRAMIDA Vol. V No.1 ISSN : 1907-3275
PERBEDAAN FERTILITAS ANTARA PENDUDUK PENDATANG DAN PENDUDUK LOKAL:
SEBUAH STUDI KASUS DI DAERAH PERKOTAAN DI KOTA DENPASAR
Volume V No.1 Juli 2009

Ida Putu Mudita BKKBN Provinsi Bali
Email : ipmudita@yahoo.com
ABSTRACT Discourse on migrants are frequent in Bali. In addition to several social effects, such as civil
order, crimes, slums, domintaion in informal sectors and so on, caused by them, discussions on migrants also related to family planning program. There are opinions that point to migrants as the non or less cooperative social groups to the program.
This research asses the level of participation of migrants in family planning program in Tegal Kertha Village, West Denpasar, in Denpasar City. The topic brought up is the type of participation in family planning; the factors that have caused some migrant choose not to use contraception, and the impact and meaning of their participation in family program.
This research aim to determin the participation level of migrants in family planning program, factors causing unmet need and the impact and meaning of their participation. Its uses the combination of both qualitative and quantitative methods. The data we used both primary and secondary data. The theory applied in this research are The Theory of Participation, The Theory of Feminism, and The Theory of Hegemony.
There are six type of participation researched with the following result as follow: (1) first marital age of migrant female is 20.6 years old, the highest is found on Batak ethnic group and the lowest is in Sasak ethnic group; (2) the average number of amount of person in a family in temporary resident is 3.1, while the number in permanent migrant is 4.3. The highest number is found in Java ethnic families and the lowest is in Madura families; (4)the number of active FP participant for temporary resident significantly lower compared to the those among permanent migrants; (5) the number of temporary resident that uses long term contraception is only nine percent, rises to twenty two percent among permanent migrant. The percentage of Bali is fourty three percent; (6) The percentage for male contraception among temporary resident is very low only one percent, but it is higer among permanent migrants. The unmet need rate for temporary resident is at a very high nineteen percent and decreased to eight percent among permanent migrants.
Keywords: participation, migrant, and family planning program.
PENDAHULUAN
Masih segar dalam ingatan kita ketika
program Keluarga Berencana (KB) menjadi salah satu isu strategis dalam debat Capres putaran ke-3 pada Juni 2009 yang baru lalu serta disiarkan secara langsung melalui media televisi. Apresiasi semua kandidat terhadap program KB sangat positif. Semua berjanji jika mereka terpilih nanti akan melakukan revitalisasi program KB. Pemilihan KB menjadi tema yang dilontarkan oleh moderator tentu bukan suatu kebetulan saja, tetapi memang disadari adanya kemunduran pelaksanaan program KB.
Program KB yang bertujuan untuk mengendalikan LPP melalui pengaturan kelahiran, serta sebagai salah satu program peningkatan kualitas SDM, diapresiasi oleh masyarakat sebagai program yang “terpingirkan” dalam era reformasi. Implikasinya pencapaian KB dalam sepuluh tahun terakhir hasilnya adalah stagnan. Secara nasional angka kelahiran total tahun 2007 berdasarkan hasil SDKI adalah 2,6 anak, masih sama dengan keadaan tahun 1997. Kondisi ini tentu dikhawartirkan oleh banyak pihak, oleh karena penduduk yang terlalu banyak dengan kualitas SDM yang kurang akan menjadi beban pembangunan.
Perbedaan Fertilitas Antara Penduduk Pendatang dan Penduduk Lokal : Sebuah Studi Kasus di Daeerah Perkotaan di Kota Denpasar

Lalu bagaimana dengan masalah
kependudukan dan program KB di Bali? Hasilnya tidak jauh berbeda dengan pencapaian secara nasional atau terjadi stagnasi. Bahkan beberapa indikator seperti Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. LPP pada periode 1980-1990 mencapai 1,18 %, naik lagi menjadi 1,26 % pertahun pada periode 1990-2000, dan naik lagi menjadi 1,43 % pertahun pada periode 2000-2005 (BPS, 2005). Diyakini tingginya LPP di Provinsi Bali lebih disebabkan karena adanya migrasi netto, selain adanya sumbangan angka kelahiran.
Isu menarik yang sering muncul di media massa tentang masalah kependudukan dan KB di Bali selain arus pendatang yang banyak menyerbu Bali, adalah adanya kecurigaan bahwa penduduk pendatang banyak yang tidak ber-KB seperti penduduk lokal. Memang diskursus tentang penduduk pendatang sering dilakukan dalam masyarakat Bali. Tidak saja implikasi permasalahan sosial yang ditimbulkan oleh penduduk pendatang yang sangat kompleks, seperti masalah ketertiban penduduk, stereotif sebagai pelaku pencurian, penyebab kekumuhan, dominasi penguasaan sektor informal dan sebagainya. Terhadap dugaan ini ada beberapa elemen masyarakat yang menghawatirkan bahwa penduduk pendatang akan semakin banyak sementara penduduk lokal akan semakin sedikit karena terus disuruh ber-KB. Sinyalemen ini pernah ditulis melalui media massa bebeberapa tahun yang lalu, sebagai berikut.
“ Siapa Melestarikan Tradisi Bali. Bukan jaminan punya anak dua kualitas hidup masyarakat meningkat. KB di Bali sukses tahun 80-an. Apakah SDM Bali benar berkualitas?. Saya berencana ingin punya anak empat, karena sekarang baru dua, supaya tidak hilang “Ketut”-nya. Ini masalah menjaga tradisi. Persoalan mampu atau tidak mengurusi anak itu urusan kami bukan urusan negara. Buktinya mertua saya punya anak lima dan mampu kelimanya sekolah sampai SMA. Jika program KB mau digalakkan, silahkan itu merupakan program pemerintah. Pemerintah Bali jangan sampai meminimilisasi tingkat kelahiran, keluarga kita menjadi sedikit namum keluarga lain yang masuk ke Bali banyak. Akhirnya orang Bali disuruh bertransmigrasi. Lantas siapa yang disuruh melestarikan budaya Bali, jika bukan orang Bali (Kak Nges, Denpasar dalam Tokoh: 16-22 Juli 2007:2).”

Kondisi tersebut sebenarnya telah
melahirkan adanya sumber konflik baru di masyarakat, walaupun baru pada tahap konflik kognitif dan afektif akibat kecurigaan penduduk pendatang yang kurang berpartisipasi dalam program KB. Menurut pandangan psikologi, konflik dapat dibagi menjadi tiga taraf, yaitu: (1) konflik kognitif yaitu konflik yang berhenti sampai pada pemikiran; (2) konflik afektif yaitu konflik yang melibatkan keberpihakan emosional; dan (3) konflik konatif yaitu konflik yang meniscayakan tindakan kekerasan (Jatman, 1996:122).
Selain LPP yang semakin naik, angka kelahiran total (TFR) juga mengalami peningkatan dari 1,89 pada tahun 2000 berdasarkan hasil Sensus Penduduk naik menjadi 2,1 pada tahun 2007 berdasarkan hasil SDKI 2007. Yang menarik adalah adanya stagnasi TFR pada periode 2002 dan 2007 berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang tetap yaitu 2,1 walaupun sebenarnya prevalensi KB aktif dapat ditingkatkan dari 61,2% (2002) menjadi 69,4% (2007). Terhadap fenomena tersebut diduga penyebabnya antara lain.
Pertama, terjadinya penurunan pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) berdasarkan hasil SDKI dari 42,8% (1997), 31,6% (2002) dan 28,0% (2007). Secara teori tingkat kegagalan MKJP lebih rendah jika dibandingkan dengan non-MKJP. Jenis alat kontrasepsi yang termasuk MKJP adalah Vasektomi, Tubektomi, IUD dan Implant, sedangkan yang termasuk non-MKJP antara lain suntik KB, Pil, dan Kondom.
Menurut Hatcher (1984) rata-rata angka kegagalan berbagai kontrasepsi pada tahun pertama, yaitu: 1) Tubektomi 0,04%; 2) Vasektomi 0,15%; 3) Suntikan KB 0,25 % ; 4) Pil kombinasi 2,0%; 5) Pil progestin 2,50%; 6) IUD 5,0%, 6) Kondom 10%; 7) Senggama terputus 23%; 9) Pantang berkala 24% dan 10) tidak memakai kontrasepsi tingkat kegagalannya 90% (Singarimbun, 1996:14). Jadi kurang signifikan naiknya prevalensi peserta KB aktif sementara kualitas pemakaian kontrasepsi menurun. Penduduk pendatang diduga banyak yang tidak memakai MKJP.
Kedua, terjadinya peningkatan kontrasepsi tradisional dari 2,0% (1997), 2,4% (2002) dan 4,0% (2007). Kontrasepsi tradisional yang
PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Volume V No.1 Juli 2009

Ida Putu Mudita
dimaksudkan antara lain Pantang Berkala, Senggama Terputus atau jamu-jamuan. Kontrasepsi tradisional juga memiliki angka kegagalan yang sangat tinggi, sehingga kurang efektif untuk mencegah kehamilan.
Ketiga, kemungkinan banyaknya migrasi masuk dari kelompok pasangan usia subur (PUS) dengan paritas tinggi yang terkonsentrasi di daerah perkotaan (BKKBN, 2008:4).
Data dan informasi mengenai partisipasi penduduk pendatang dalam program KB atau fertilitas penduduk pendatang memang tidak tersedia dalam sistem pencatatan dan pelaporan pengendalian program KB. Dalam sistem pencatatan dan pelaporan KB memang tidak ada variabel perbedaan identitas penduduk dan keluarga berdasarkan daerah asal, etnis maupun agama, baik dalam Register Pendataan Keluarga maupun Pencatatan dan Pelaporan Pengendalian Lapangan Program KB. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian studi kasus partisipasi penduduk pendatang dalam program KB di daerah perkotaan yang penduduknya terdiri dari multi etnis.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah bentuk partisipasi penduduk pendatang dalam program KB; (2) apakah faktor-faktor yang menyebabkan penduduk pendatang tidak ber-KB; dan (3) bagaimanakah dampak dan makna partisipasi penduduk pendatang dalam Program KB di Desa Tegal Kertha Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi bentuk penduduk pendatang dalam program KB, memahami faktor-faktor yang menyebabkan penduduk pendatang tidak ber-KB, dan menginterpretasi dampak dan makna partisipasi penduduk pendatang dalam Program KB di Desa Tegal Kertha.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis hasil temuan penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk menambah khasanah pengetahuan bagi pengembangan keilmuan di Universitas Udayana, serta tersedianya data dan informasi tentang tingkat kesertaan ber-KB, permasalahan unmet need di daerah perkotaan, Secara praktis temuan hasil penelitian ini diharapkan: (1) dapat dipakai sebagai bahan

advokasi kepada stakeholder untuk meningkatkan akses pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin di daerah perkotaan; (2) dapat dipakai sebagai bahan referensi untuk menajamkan strategi operasional pelayanan KB di daerah perkotaan; (3) dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk memperbaiki stragei pelayanan penyuluhan dan konseling KB di daerah perkotaan.

KAJIAN PUSTAKA
Penduduk Pendatang
Penduduk pendatang adalah setiap warga
negara Republik Indonesia yang datang dari luar daerah dan bermaksud diam sementara di daerah (Pasal 1 ayat 2 Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2000). Di lapangan sulit untuk menetapkan penduduk yang dikategorikan penduduk pendatang jika mengacu pada definisi Penduduk Pendatang sesuai dengan Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2000 terutama yang menyangkut pengertian “bermaksud diam sementara” di daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini ada dua konsep penduduk pendatang yang dipakai sebagai definisi operasionbal, sesuai dengan sumber data yang tersedia serta dapat diolah dan dianalisis yaitu: (1) Penduduk Tinggal Sementara (PTS), dan (2) Penduduk Pendatang Tetap. Penduduk Tinggal Sementara (PTS) adalah penduduk pendatang yang bermukin di wilayah Kota Denpasar tetapi belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Kota Denpasar. Mereka belum dicatat dalam Register Pendataan Keluarga (R/I/KS), tetapi dicatat dalam Register Pendataan Penduduk Tinggal Sementara (R/I/TP/2007). Penduduk Pendatang Tetap adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang datang dari luar daerah Kota Denpasar dan sudah memiliki KTP Denpasar. Penduduk pendatang yang sudah menetap sudah dimasukkan dalam Register Pendataan Peluarga (R/I/KS/2008) yang dilaksanakan oleh kepala dusun setempat.
Kebijakan pengaturan masalah penduduk pendatang yang diterapkan di Desa Tegal Kertha sangatlah ketat, seperti yang diungkapkan oleh Kelian Banjar Adat Mertha Gangga mengatak

Perbedaan Fertilitas Antara Penduduk Pendatang dan Penduduk Lokal : Sebuah Studi Kasus di Daeerah Perkotaan di Kota Denpasar
“Hasil “perarem” untuk pengaturan penduduk pendatang menetapkan bahwa penduduk pendatang agar bisa mendapatkan KIPP di Banjar Mertha Gangga adalah mereka yang sudah memiliki tanah dengan menunjukkan sertifikat/akte jual beli tanah, atau mereka yang akan mengontrak tanah/kamar/rumah minimal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dengan memperlihatkan surat kontrak. Selain itu, mereka juga harus membawa surat keterangan penduduk pindah dari daerah asal serta Surat Kelakuan Baik (SKB) dari daerah asal. Setelah persyaratan itu lengkap mereka baru dapat dicatat dalam pegister penduduk masuk di kantor desa sebagai penduduk tambahan dan selanjutnya dapat diproses untuk mendapatkan KK dan KTP di Kantor Catatan Sipil Kota Denpasar”
Kebijakan dalam pelaksanaan program KB, bahwa hasil Pendataan Keluarga digunakan sebagai peta kerja oleh petugas lini lapangan, sebagai data evaluasi dan perencanaan program KB secara nasional. Dengan demikian, jika ada penduduk/keluarga yang tidak masuk dalam Register Pendataan Keluarga, maka “kemungkinan” mereka tidak menjadi sasaran pelayanan KB.
Oleh karena disinyalir banyaknya penduduk pendatang yang tidak bisa masuk dalam Register Pendataan Keluarga karena berbagai alasan di lapangan, maka BKKBN Provinsi Bali telah mengembangkan Register Penduduk Tinggal Sementara (R/I/PTS/2007) yang diujicobakan di Kota Denpasar di desa/kelurahan tertentu, untuk mendata keluarga yang tidak bisa masuk dalam Register Pendataan Keluarga. Dengan adanya dua data ini akan terkumpul data penduduk dan keluarga secara menyeluruh mengenai data demografi, KB dan Tahapan Keluarga Sejahtera di suatu desa/kelurahan secara lengkap. Desa Tegal Kertha yang merupakan lokasi penelitian telah memiliki hasil Pendataan Penduduk Tinggal Sementgara (R/I/PTS/2007).

Program KB
Menurut definisi ICPD 1994 Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan beresiko tinggi,
kesakitan dan kematian, membuat pelayanan bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan; meningkatkan mutu nasihat, komunikasi, edukasi dan informasi, konseling dan pelayanan KB, dan meningkatkan pemberian ASI untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006:5). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera program KB mempunyai empat dimensi, yaitu: pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, peningkatan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program KB sebenarnya memiliki domain yang luas seperti definisi tersebut di atas, dan tidak hanya berkaitan dengan kontrasepsi saja seperti yang banyak dimaknai oleh masyarakat secara luas. Teori-teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian ini adalah: (1) Teori Partisipasi dipakai untuk membahas bentuk partisipasi penduduk pendatang; (2) Teori Feminisme dipakai untuk membahas faktor-faktor yang menyebabkan penduduk pendatang tidak berKB; dan (3) Teori Hegemoni untuk membahas dampak dan makna partisipasi penduduk pendatang dalam Program KB. Namun demikian, teori-teori tersebut dapat pula menjadi landasan untuk menjelaskan fenomenafenomena sosial dari ketiga aspek yang menjadi pokok bahasan penelitian.

METODE PENELITIAN
Penelitian dirancang dengan menggunakan
metode kualitatif dan didukung metode kuantitatif dalam upaya untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti (Singarimbun, 1989:9). Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (1991:3) didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, sedangkan data kuantitatif bersumber dari data primer dan sekunder.
Penelitian dilaksanakan di Desa Tegal Kertha Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar dilakukan dengan pertimbangan bahwa di desa tersebut mempunyai proporsi penduduk pendatang yang tinggi dari berbagai etnis dan agama.
PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia an. Volume V No.1 Juli 2009

Ida Putu Mudita
Jenis data menggunakan data kualitatif yang bersumber dari data primer dan data kuantitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data kualitatif bersumber dari hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan informan dengan menggunakan pedoman wawancara. Data kuantitatif bersumber dari : (1) Registrasi Pendataan Keluarga Penduduk Tinggal Sementara (R/I/TP/07), (2) Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2008, dan (3) Penyebaran kuestioner.
Penentuan informan dan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003:78). Pertimbangan tertentu yang dimaksudkan adalah dengan mengambil orang-orang terpilih serta memiliki cici-ciri spesifik seperti; jabatan dalam organisasi kemasyarakatan, aktif dalam kegiatan sosial, sebagai peserta KB dan bukan peserta KB dan sebagainya (Mantra, 2004:121).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat (instrumen) berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh peneliti sebagai pencari informasi yang dijawab pula oleh informan (Nawawi, 1992:69). Pedoman wawancara yang disusun hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan, sehingga wawancara merupakan wawancara yang tidak terstruktur, oleh karena tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan alternatif jawabannya (Sugiyono, 2003:132). Untuk itu, wawancara dilaksanakan secara mendalam (in-depth interview) untuk mengetahui alasan yang sebenarnya dari informan mengambil keputusan seperti itu (Mantra, 2003:86).
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif dan analisis satu variabel tabel frekuensi. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menganalisis data kualitatif yang dihasilkan melalui observasi dan wawancara, sedangkan analisis satu variabel tabel frekuensi dilakukan untuk menganalisis data kuantitatif. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretarsikan. Setelah data dianalisis dan informasi yang lebih sederhana diperoleh, maka langkah selanjutnya dilaksanakan interpretasi untuk mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian (Singarimbun, 1989:263).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti diketahui bersama bahwa terjadinya
fertilitas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Davis dan Blake (1956) ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas. Variebelvariebel tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu: 1) Variabel hubungan seks yang terdiri dari : (a) usia kawin; (b) proporsi yang tidak pernah kawin; (c) perpisahan pada usia kawin karena cerai, ditinggal dan menjada; (d) abstinensia sukarela; (e) abstinensia karena terpaksa; (f) frekuensi hubungan seks; 2) Variebel konsepsi yang terdiri dari : (a) kesuburan biologis; (b) pemakaian kontrasepsi; (c) kemandulan disengaja; dan 3) Variebel gestasi yang terdiri dari : (a) keguguran yang tidak disengaja; (b) pengguguran yang disengaja (Singarimbun, 1996:5)
Variabel-variabel tersebut tidak semuanya dijadikan pendekatan untuk pengendalian kelahiran di Indonesia. Adapun variabel-variabel yang dijadikan pendekatan untuk pengendalian kelahiran melalui program KB, yaitu: 1) usia kawin melalui promosi pendewasaan usia perkawinan; 2) pemakaian kontrasepsi; dan 3) kemandulan disengaja melalui vasektomi dan tubektomi.

Pendewasaan Usia Perkawinan
Tujuan pendewasaan usia perkawinan selain
untuk mengendalikan kelahiran, oleh karena semakin tua usia orang kawin berarti semakin sedikit waktu masa reproduktif yang dimiliki oleh Pasangan Usia Subur (PUS), juga bermanfaat untuk mengurangi resiko kehamilan. Resiko yang mungkin dapat terjadi pada ibu yang yang telalu muda untuk hamil antara lain: keguguran, tekanan darah tinggi, keracunan kehamilan, timbulnya kesulitan persalinan, bayi berat lahir rendah, membesarnya air seni ke vagina, keluarnya gas dan feses ke vagina atau bisa kanker leher rahim (BKKBN, 2006:2). Anjuran melalui program KB yang disarankan dalam pendewasaan usia perkawinan adalah meningkatkan batas usia perkawinan minimal usia 20 tahun untuk perempuan dan minimal usia 25 tahun untuk pria (BKKBN, 1992;21).

Perbedaan Fertilitas Antara Penduduk Pendatang dan Penduduk Lokal : Sebuah Studi Kasus di Daeerah Perkotaan di Kota Denpasar
Median umur kawin pertama wanita merupakan indikator yang digunakan untuk melihat pendewasaan usia perkawinan. Dari Tabel 4.1 diperoleh gambaran rata-rata usia kawin pertama wanita penduduk pendatang telah mencapai 20,6 tahun. Jika dilihat peretnis ada dua yaitu Etnis Sasak dan Etnis Madura masih berada di bawah 20 tahun usia kawin pertama wanitanya. Etnis Batak rata-rata usia kawin pertama wanita paling tinggi yang mencapai 22,6 tahun, disusul Etnis Cina 22, 3 tahun, Etnis Bali 21,3 tahun dan Etnis Jawa 20,8 tahun. Data secara rinci seperti pada Tabel1 Tabel 1 Rata-rata Usia Kawin Pertama Wanita
Penduduk Pendatang Berdasarkan Etnis di Desa Tegal Kertha Tahun 2009
No Etnis Rata-rata Usia Kawin Pertama Wanita
1 Bali 21,3 Th 2 Jawa 20,8 Th 3 Cina 22,3 Th 4 Sasak 18,0 Th 5 Madura 18,6 Th 6. Batak 22,6 Th
Rata-Rata 20,6 Th
Sumber : Data R/I/KS/2008 Hasil penelitian mencatat bahwa penduduk
Banjar Manut Negara menuturkan sebagai berikut:
“Saya kawin pada usia 13 tahun. Setelah tamat SD saya langsung dijodohkan oleh orang tua tanpa ada rasa cinta dengan suami. Pada saat itu saya belum mendapatkan haid. Untuk dapat dicatat di KUA terpaksa bapak mencuri umur dan mengatakan saya berumur 15 tahun. Kebiasaan kawin muda sampai saat ini masih tetap berlangsung, karena memang itu sudah menjadi budaya di daerah saya. Bahkan ada keponakan saya di Jawa yang dikawinin pada umur 7 tahun, tetapi sifatnya masih nikah siri”
pendatang yang kawin di bawah umur 20 tahun, umumnya melangsungkan perkawinan semasih tinggal di daerah asal, seperti dari Jawa dan Madura, sebelum melakukan migrasi ke Bali. PUS yang usia kawin pertama wanitanya di bawah 20 tahun tingkat pendidikan mereka ratarata hanya tamat SD dan bahkan dari mereka yang bersekolah hanya sampai kelas 3 atau 4 SD. Sebagian besar mereka mengaku dijodohkan oleh orang tua dan bukan atas dasar cinta atau keinginan sendiri. Tetapi penduduk pendatang yang melangsungkan perkawinan di Bali pada umumnya rata-rata usia kawin pertama wanitanya sudah di atas 20 tahun. Hal itu disebabkan antara lain karena pengaruh lingkungan, atau lebih mementingkan pekerjaan agar bisa mengumpulkan uang sebanyakbanyaknya, atau mungkin karena tidak adanya intervensi dari orang tuanya yang masih tinggal di Jawa. Seperti yang disampaikan oleh Kahira penduduk pendatang asal Desa Jenggawa Kabupaten Jember Jawa Timur.
Dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan usia kawin pertama wanita penduduk pendatang meningkat saat melangsungkan perkawinan di Bali jika dibandingkan usia kawin pertama wanita yang melangsungkan perkawinan di daerah asal, antara lain: (1) kemiskinan; (2) hidup di daerah yang padat; dan (3) pengaruh lingkungan. Faktor-faktor tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Michael Thomas Sadier seorang penganut Teori Fisiologis yang menyatakan bahwa “jika kepadatan penduduk tinggi, maka daya reproduksi manusia cenderung menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, maka daya reproduksi manusia akan meningkat” (Mantra, 2003:59).

Pengaturan Kelahiran
Pengaturan jarak kelahiran antara anak pertama dengan anak kedua dan seterusnya selain bertujuan untuk mengendalikan tingkat kelahiran melalui penjarangan kehamilan, juga bertujuan untuk mengurangi resiko negatif terhadap bayi dan ibu yang jarak kehamilannya terlalu dekat. Resiko-resiko yang bisa terjadi bila kehamilan terlalu dekat antara lain: keguguran, anemia pada ibu, payah jantung, bayi bisa lahir sebelum waktunya, bayi bisa lahir dengan berat badan rendah, bayi bisa cacat bawaan, serta tidak optimalnya tumbuh kembang balita. Akan sangat beresiko lagi jika kehamilan yang terlalu dekat terjadi di kalangan keluarga miskin, yang tidak mampu untuk mencukupi gizi pada saat ibu sedang hamil. Jarak kelahiran yang ideal yang dianjurkan melalui program KB minimal 2-3 tahun, sehingga untuk kehamilan anak yang kedua secara fisik dan psikhologis siibu lebih siap (BKKBN, 2006:3).
PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Volume V No.1 Juli 2009

Ida Putu Mudita
Pada Tabel 2 memberikan gambaran bahwa rata-rata jarak kelahiran penduduk pendatang sudah lebih tinggi yang mencapai 3,7 tahun. Rata-rata tertinggi dicapai oleh penduduk pendatang dari Etnis Batak yaitu 5,2 tahun, disusul Etnis Bali 3,9 tahun, Etnis Jawa 3,7 tahun, Etnis Sasak 3,3 tahun dan Etnis Cina dan Madura masing-masing 3,0 tahun. Data secara rinci seperti pada Tabel 2.
Tabel2 Rata-rata Jarak Kelahiran Anak
Penduduk PendatangBerdasarkan Etnis di Desa Tegal Kertha
No Etnis Rata-rata jarak kelahiran
1 Bali 3,9 tahun 2 Jawa 3,7 tahun 3 Cina 3,0 tahun 4 Sasak 3,3 tahun 5 Madura 3,0 tahun 6. Batak 5,2 tahun
Rata-rata 3,7 tahun
Sumber : Data R/I/KS, 2008
Hasil wawancara dengan beberapa
penduduk pendatang terutama di kalangan PUS keluarga miskin, faktor ekonomi menjadi salah satu alasan untuk menunda kelahiran anak yang kedua, seperti penuturan Maisaroh asal Madura yang baru memiliki 1 (satu) anak umur 5,5 tahun mengatakan sebagai berikut:
“Saya berkeinginan untuk nambah anak lagi 1 (satu), tetapi kalau anak saya ini sudah sekolah SD dan sekarang masih TK serta ekonomi sudah membaik. Soalnya beaya hidup di sini serba mahal lain dengan di Jawa, Jadi enggak berani nambah anak banyak apalagi saya tinggal di rumah kontrakan yang sempit”.
Demikian pula penuturan Ade yang berasal dari Kupang yang tinggal di Banjar Mertha Gangga, faktor ekonomi juga menjadi alasan untuk mengatur jarak kelahiran berikutnya.
“Umur anak saya sekarang baru berumur satu tahun delapan bulan, pingin sih punya dua anak, tetapi ekonomi masih susah dan serba mahal, terutama beaya melahirkan. Suami hanya kerja sebagai pegawai toko. Rencananya pingin nambah anak lagi tetapi setelah anak saya umur lima tahun. Jadi anggak terlalu repot untuk mengurusnya. Masak hanya punya anak satu yah minimal dua”
Rata-Rata Jumlah Jiwa dalam Keluarga
Rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga di kalangan penduduk pendatang yang dikategorikan Penduduk Tinggal Sementara (PTS) adalah 3,1 jiwa. Tercatat penduduk pendatang asal Sulawesi paling tinggi rataratanya jika dibandingkan dengan penduduk pendatang dari daerah lain yaitu 4 jiwa, disusul pendatang dari NTT 3,4 jiwa, Jawa 3,1 jiwa, Bali luar Denpasar 3,1 jiwa, Madura 3,0 jiwa, Sumatra 2,7 jiwa dan Nusa Tenggara Barat 2,6 jiwa. Data secara rinci seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata Jumlah Jiwa dalam Keluarga Penduduk Tinggal Sementara Berdasarkan Daerah Asal di Desa Tegal Kertha Tahun 2007
KK Jumlah
No Daerah Asal Jumlah
Jiwa dlm Keluarga
Rata-rata Jumlah Jiwa dlm keluarga
1 Bali luar Dps. 182 563 3.1 2 Jawa 348 1.087 3,1 3 Madura 8 24 3,0 4 Sumatra 7 19 2,7 5 Sulawesi 1 4 4,0 6 NTB 7 18 2,6 7 NTT 5 17 3,4
Jumlah 558 1.732 3,1
Sumber: Data R/I/PTS, 2007 Rata-rata jumlah jiwa di kalangan penduduk
pendatang yang sudah menjadi penduduk tetap sesuai dengan hasil Pendataan Keluarga Tahun 2008 mencapai 4,3 anak. Etnis Jawa rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga paling tinggi yaitu mencapai 4,5 orang. Selanjutnya, rata-rata jumlah jiwa peretnis adalah Etnis Bali 4,3 orang, Etnis Kupang 4.0 orang, Etnis Batak 3,8 orang, Etnis Cina 3,5 orang, Etnis Sasak 3,3 orang dan Etnis Madura 3,0 orang.
Data yang cukup signifikan untuk bisa dibandingkan karena diwakili oleh jumlah KK yang cukup banyak adalah perbandingan antara rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga di kalangan Etnis Jawa dan Etnis Bali. Hasil Pendataan

Perbedaan Fertilitas Antara Penduduk Pendatang dan Penduduk Lokal : Sebuah Studi Kasus di Daeerah Perkotaan di Kota Denpasar
Keluarga mencatat ternyata rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga di kalangan Etnis Jawa lebih besar lagi 0,2 orang jika dibandingkan dengan Etnis Bali. Hal ini menandakan bahwa jumlah anak yang dimiliki oleh keluarga dari Etnis Jawa lebih besar jika dibandingkan keluarga dari Etnis Bali. Terhadap hal ini berarti sinyalemen yang ada di masyarakat yang mengatakan bahwa penduduk pendatang dari Jawa lebih banyak punya anak adalah benar adanya walaupun perbedaannya sangat tipis. Sinyalemen inilah yang sering dilontarkan oleh kelompok masyarakat yang menekan program KB, baik disampaikan melalui media massa maupun radio.
Etnis-etnis lainnya seperti Cina, Sasak, Madura, Batak dan Kupang rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga lebih kecil jika dibandingkan dengan Jawa dan Bali, walaupun keterwakilannya dalam KK belum signifikan dari segi jumlah pembanding KK dibandingkan dengan Etnis Jawa dan Etnis Bali. Data secara rinci rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga di kalangan penduduk pendatang yang sudah menetap seperti pada Tabel 4.
Tabel 4.Rata-rata Jumlah Jiwa dalam Keluarga

Berdasarkan EtnisHasil Pendataan Keluarga di Desa Tegal Kertha Tahun 2008
KK Jumlah
No Etnis Jumlah
Jiwa dlm Keluarga
Rata-rata Jumlah Jiwa dlm keluarga
1 Bali 774 3352 4,3 2 Jawa 653 2930 4,5 3 Cina 40 139 3,5 4 Sasak 23 76 3,3 5 Madura 82 242 3,0 6 Batak 27 103 3,8 7 Kupang 7 28 4,0 8 Lainnya 25 71 2,5
Jumlah 1.631 6.931 4,3
Sumber: Data R/I/KS, 2008 Hal yang menarik penulis dapatkan di lapangan bahwa keluarga dari kalangan Etnis Cina dan Batak rata-rata ekonominya lebih mampu jika dibandingkan dengan penduduk pendatang dari etnis lainnya. Hal tersebut terlihat dari rumah tempat tinggalnya yang umumnya lebih baik, Namun rata-rata jumlah anggota keluarganya relatif kecil. Dengademikian dapat disimpulkan pula bahwa keluarga yang ekonominya lebih baik atau pendapatnnya tinggi ada kecenderungan memiliki jumlah anak sedikit. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Doubleday yang berpendapat bahwa “dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah seringkali terdiri dari keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan atau pendapatannya tinggi biasanya jumlah keluarganya kecil” (Mantra, 2003:60). Namun demikian, secara umum teori tersebut tidak berlaku seratus persen jika melihat keadaan keluarga miskin di Desa Tegal Kertha. Mereka cenderung mengupayakan keluarga kecil justru karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Mereka sadar hidup di daerah perantauan dan tinggal di rumah kontrakan yang sempit serta beaya hidup yang mahal di Kota Denpasar mendorong mereka untuk memiliki jumlah anak yang sedikit. Walaupun dalam kasus-kasus tertentu memang masih ada penduduk pendatang termasuk juga penduduk lokal yang ekonominya lemah, akan tetapi memiliki jumlah anak yang relatif banyak. Masih ingat berita yang menghebohkan di Radar Bali pada periode Maret 2008 yang memberitakan seorang ibu yang bernama Halimah (44 tahun) penduduk pendatang asal jawa yang memiliki anak sebanyak 20 orang.

Prevalensi Peserta KB Aktif
Prevalensi peserta KB aktif penduduk pendatang di kalangan PTS hanya mencapai 57,4%, jadi cukup rendah jika dibandingkan dengan prevalensi peserta KB aktif Bali hasil SDKI 2007 yang mencapai 69,4%. Penduduk pendatang asal Jawa prevalensinya hanya mencapai 56,3% atau masih lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk pendatang asal Bali yang mencapai 58,2%. Data secara rinci seperti pada Tebel 5.
Tabel 5 Pvalensi Peserta KB Aktif Penduduk
Tinggal Sementara Berdasarkan Daerah Asal di Desa Tegal Kertha Tahun 2007
PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Volume V No.1 Juli 2009

Ida Putu Mudita
Sumber: Data R/I/PTS, 2007 Salah satu penyebab rendahnya prevalensi
peserta KB aktif di kalangan penduduk pendatang kategori PTS karena tingginya unmet need yang tercatat 18,6%. PUS Unmet need adalah pasangan usia subur yang tidak terlayani KB yang sebenarnya mereka menginginkan anak tetapi ditunda atau mereka yang sudah tidak menginginkan anak lagi. Kelompok unmet need dalam program KB menjadi prioritas utama sasaran pelayanan KB. Akan tetapi karena mereka tidak tercatat dalam Register Pendataan Keluarga, sehingga mereka kurang mendapatkan akses pelayanan baik KIE/konseling KB maupun pelayanan kontrasepsi secara gratis bagi keluarga yang miskin.
Penduduk pendatang yang sudah menjadi penduduk tetap berdasarkan hasil Pendataan Keluarga Tahun 2008 di Desa Tegal kertha peserta KB aktifnya mencapai 83,2%. Jika dilihat berdasarkan etnis, maka PUS dari Etnis Madura peserta KB aktifnya paling tinggi yang mencapai 97,6%, sedangkan yang paling rendah adalah Etnis NTT 57,1%. Data secara rinci seperti pada Tabel 6
Tabel 6 Prevalensi Peserta KB Aktif Penduduk

Tinggal Sementara Berdasarkan Etnis di Desa Tegal Kertha Tahun 2008
PUS Jumlah
No Etnis Jumlah
Peserta KB
Sumber: Data R/I/KS, 2008
Persen
1 Bali 591 491 83,1 2 Jawa 467 381 75,2 3 Cina 31 25 80,7 4 Sasak 22 17 77,3 5 Madura 82 80 97,6 6 Batak 25 22 88,0 7 NTT 7 4 57,1 8 Lainnya 25 20 80,0
Jumlah 1250 1040 83,2

Pemakaian Jenis Kontrasepsi Jenis kontrasepsi penduduk pendatang yang
dikategorikan PTS tercatat yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya 9,3%. MKJP terdiri dari tubektomi, vasektomi, IUD dan implant. Jika dibandingkan dengan persentase pemakaian jenis kontrasepsi
No Daerah Asal Jumlah PUS

Secara umum di Bali tentu kualitas kontrasepsi yang dipakai oleh PTS kurang efektif. Jenis alat kontrasepsi yang dipakai oleh penduduk pendatang yang sudah menetap berdasarkan hasil Pendataan Keluarga di tiga lokasi penelitian tercatat MKJP persentasenya mencapai 22,0%. Jadi masih lebih baik dibandingkan dengan penduduk pendatang yang dikategiorikan PTS. Etnis Bali paling banyak memakai jenis kontrasepsi MKJP yaitu sebesar 32,2%.

Partisipasi KB Pria
Jumlah Peserta KB
Persen
1 Bali luar Dps. 184 107 58,2 2 Jawa 311 175 56,3 3 Madura 8 7 87,5 4 Sumatra 7 2 28,6 5 Sulawesi 1 1 100,0 6 NTB 7 5 71,4 7 NTT 5 3 60,0 8 Lainnya 0 0 0,0
Jumlah 520 300 57,4
Partisipasi KB pria di kalangan penduduk yang dikategorikan PTS hanya mencapai 1%. Etnis dari NTT prevalensi KB prianya paling tinggi yang mencapai 25,0%, sedangkan Etnis Madura dan Batak tidak ada yang memakai KB Pria. Dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yang mencapai 3%, maka partisipasi KB pria di kalangan penduduk PTS sangat rendah, sedangkan penduduk pendatang yang sudah menjadi penduduk tetap mencapai 3,9%.
Jawaban responden terhadap penyebab rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB di kalangan penduduk pendatang yaitu: (1) menganggap urusan KB adalah urusan perempuan (43,3%); (2) suami tidak mau (26,7%); (3) tidak tahu ada kontrasepsi pria (20,0%); (4) takut kondom disalahgunakan suami (3,3%); (5) kondom tidak bagus (3,3%); dan (5) yang menjawab tahunya hanya KB perempuan (3,3%). Persepsi yang menganggap KB adalah urusan perempuan harus dihilangkan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Urusan KB bukan urusan perempuan, tetapi merupakan urusan berdua suami isteri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masih adanya hegemoni lakilaki terhadap perempuan karena tidak mau memakai alat kontrasepsi. Kesetaraan dan keadilan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi agar terus disosialisasikan.

Unmet Need
Persentase unmet need di kalangan penduduk tinggal sementara (PTS) mencapai 18,6%. Jika dilihat berdasarkan daerah asal tercatat PUS asal Sumatra dan NTB persentase unmet need-nya paling tinggi yang mencapai 28,6%. Namun demikian, data unmet need PTS asal Sumatra dan NTB kurang signifikan dapat mewakili keadaan yang sebenarnya, oleh karena jumlah data PUS PTS kedua daerah asal tersebut relatif sedikit jika dibandingkan dengan PUS PTS asal Jawa maupun Bali Luar Denpasar. Rangking selanjutnya unmet need berturut-turut adalah NTT 20,0%, Bali 19,0%, Jawa 18,0%, dan Madura 12,5%. Distribusi unmet need di kalangan PTS seperti pada Tabel 7.
Tabel 7 Distribusi Unmet Need di Kalangan
Penduduk Tinggal Sementara Berdasarkan Daerah Asal di Desa Tegal Kertha Tahun 2007
Sumber: Data R/I/PTS, 2007 Persentase unmet need di kalangan penduduk
pendatang yang sudah menetap berdasarkan hasil Pendataan Keluarga tahun 2008 tercatat 7,7%. Jika dilihat berdasarkan etnis tercatat Etnis NTT persentase unmet need-nya paling tinggi yang mencapai 14,3%, disusul Etnis Cina 9,7%, Etnis Sasak 9,1%, Etnis Jawa 8,8%, Etnis Batak 8,0%, dan yang paling rendah adalah Etnis Bali yang mencapai 7,6%.
Dibandingkan dengan unmet need hasil SDKI 2007di Provinsi Bali yang mencapai 5,8 (BKKBN, 2008:87), maka proporsi unmet need di kalangan penduduk pendatang yang sudah menetap masih lebih tinggi atau selisihnya sebesar 1,9%. Untuk itu, PUS unmet need di
kalangan penduduk pendatang perlu lebih mendapatkan perhatian, terlebih PUS unmet need di kalangan PTS yang proporsinya cukup tinggi. Penanganan unmet need merupakan sasaran yang potensial dalam upaya untuk meningkatkan pencapaian peserta KB di Provinsi Bali.
Hasil penelitian dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor penyebab unmet need dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang dimaksudkan adalah faktor-faktor yang melekat pada diri pribadi PUS unmet need itu sendiri, seperti: (1) Faktor pengetahuan dan pemahaman KB dan kesehatan reproduksi yang kurang, yang mengakibatkan mereka takut efek samping kontrasepsi karena mungkin mereka hanya mendengarkan rumor; karena baru melahirkan/masih menyusui sehingga merasa tidak perlu untuk ber-KB, karena merasa tidak subur dan sebagainya; (2) Faktor yang berkaitan dengan perilaku atau sikap mereka, seperti takut ber-KB karena alasan kesehatan, jarang kumpul, beaya mahal, tidak nyaman pakai alat kontrasepsi.
Unmet Need No
Daerah Asal
Jml PUS
Jml PA IAT % TIA % Total %
1 Bali Luar Dps. 184 107 15 8,5 20 19,0 35 19,0 2 Jawa 311 175 25 8,1 31 18,0 56 18,0 3 Madura 8 7 1 12,5 0 12,5 1 12,5 4 Sumatra 7 2 2 28,6 0 28,6 2 28,6 5 Sulawesi 1 1 0 0,0 0 0,0 0 0,0 6 NTB 7 5 0 0,0 2 28,6 2 28,6 7 NTT 5 3 0 0,0 1 20,0 1 20,0 8 Maluku 0 0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Jumlah 523 300 43 8,2 54 10,3 97 18,6

Faktor eksternal yang dimaksudkan adalah faktor-faktor yang berada di luar pengetahuan, sikap dan perilaku PUS unmet need itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain : (1) Kurangnya komitmen pemerintah Kota Denpasar untuk melayani unmet need terutama PUS PTS; (2) Mekanisme operasional pelayanan KB di lapangan yang belum menjangkau PUS unmet need di kalangan PTS; (3) Kurangnya akses pelayanan KIE/konseling KB yang diterima oleh PUS unmet need baik penduduk pendatang yang sudah menjadi peenduduk tetap maupun PTS; (4) Hambatan akibat adanya “perarem” desa adat/desa pakraman setempat yang tidak bisa memasukkan seluruh penduduk yang sudah tinggal 6 bulan di Desa Tegal Kertha terdaftar dalam Pendataan Keluarga, sehingga mereka menjadi kurang memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan KB secara gratis.

SIMPULAN DAN SARAN
Usia kawin pertama wanita (UKPW) di kalangan penduduk pendatang mencapai 20,6 tahun. Penduduk pendatang yang usia kawin pertama wanitanya di bawah 20 tahun umumnya berlangsung di daerah asal, sedangkan yang melangsungkan perkawinan di Bali rata-rata usia kawin pertama wanitanya sudah di atas 20 tahun. Kesiapan mental dan ekonomi serta pengaruh lingkungan menjadi faktor pendorong perempuan pendatang untuk melangsungkan perkawinan di atas 20 tahun. Selanjutnya, rata-rata jarak kelahiran anak 3,7 tahun, faktor ekonomi menjadi salah satu faktor pendorong untuk mengatur jarak kelahiran. Rata-rata jumlah jiwa di kalangan penduduk tinggal sementara (PTS) 3,1 anak. Penyebabnya karena sebagian besar dari mereka merupakan PUS muda. Di kalangan penduduk pendatang yang sudah menjadi penduduk tetap rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga mencapai 4,3 anak. Etnis Jawa rata-ratanya paling besar 4,5 orang, dan yang paling kecil adalah Etnis Madura 3,0 orang.
Prevalensi peserta KB aktif di kalangan PTS tercatat 57,4%., sementara di kalangan penduduk pendatang yang sudah menjadi penduduk tetap prevalensinya tercatat 83,2%. Etnis Madura peserta KB aktifnya paling tinggi yang mencapai 97,6%, dan terendah Etnis Kupang 57,1%.
Persentase pemakaian MKJP di kalangan PTS tercatat hanya 9,3% Di kalangan penduduk pendatang yang sudah menetap persentasenya lebih tinggi yang mencapai 22,0%. Etnis Bali persentasenya tercatat paling tinggi 32,2%, sedangkan paling rendah Etnis Batak 9,1%. Dibandingkan dengan persentase MKJP di Bali Tahun 2008 yang mencapai 35,0% (Hasil Mini Survei Peserta KB Aktif), maka kualitas kontrasepsi yang dipakai oleh PTS maupun penduduk pendatang yang sudah menetap tentu kurang efektif. Partisipasi KB pria di kalangan PTS sangat rendah yang mencapai 1%, sedangkan penduduk pendatang yang sudah menjadi penduduk tetap 3,5%. .
PUS unmet need di kalangan PTS sangat tinggi 18,8%, sementara di kalangan penduduk pendatang yang sudah menetap tercatat 7,7%. Dibandingkan unmet need Provinsi Bali hasil SDKI 2007 yang hanya 5,8%, maka unmet need di kalangan PTS dan penduduk pendatang yang sudah menetap cukup tinggi.

Saran
1. Pelayanan KB secara gratis melalui KKB
agar diberikan kepada semua penduduk miskin termasuk penduduk pendatang, oleh karena tingkat partisipasi KB-nya lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk lokal.
2. Pelaksanaan Pendataan Keluarga agar mencatat semua penduduk baik yang sudah memiliki KTP maupun belum, asal mereka sudah dikategorikan penduduk atau sudah tinggal minimal selama 6 (enam) bulan di suatu wilayah, sehingga semua penduduk/keluarga diketahui keadaan KBnya.
3. Pelayanan kontrasepsi secara gratis melalui mobil pelayanan KB keliling agar menjangkau daerah-daerah konsentrasi pendatang di daerah perkotaan, oleh karena tingkat unmet need di daerah-daerah tersebut sangat tinggi terutama di kalangan penduduk pendatang yang dikategorikan PTS.
4. Perlu dilaksanakan penelitian kualitas mutu pelayanan KB di dokter dan bidan praktek swasta apakah sudah sesuai Standar Operasional Presedur (SOP) Pelayanan Kontrasepsi atau tidak. Disinyalir banyak yang tidak melaksanakan SOP, seperti pemberian konseling KB kepada klien yang tidak jujur dan transparan dan terlalu mengarahkan kontrasepsi jenis tertentu yang lebih menguntungkan dari segi bisnis, serta mengabaikan hak-hak kesehatan reproduksi.
5. Podusen alat kontrasepsi agar mengiklankan produknya secara berimbang, jangan hanya mengiklankan PIL-KB dan Suntik KB melalui televisi. Demikian pula agar pelayanan KIE MKJP diintesifkan dengan menjangkau daerah-daerah yang pemakaian MKJP-nya rendah, Daerah konsentrasi penduduk pendatang di daerah perkotaan agar lebih mendapat perhatian karena kualitas pemakaian kontrasepsi khususnya MKJP sangat rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Adian Donny Gahral. 2005. Percik Pemikiran Kontemporer, Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Agger, Ben. 2007. Teori Sosial Kritis, Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacara Yogyakarta.
Azyumardi Azra. 2002. Konflik Baru Antar Peradaban. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Theory dan Praktek. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Bintaro, R. 1986. Urbanisasi dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalian Indonesia.
BKKBN. 2008. Indonesia Demodgraphic and Health Survey 2007. Jakarta. Bocock, Robert. 1986. Pengantar Komprehensif
untuk Memahami Hegemoni, Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.
Daldjoeni, N. 1992. Seluk Belum Masyarakat Kota (Pusparagam Sosiologi Kota dan Ekologi Sosial. Bandung: Alumni.
Ehrlich, Paul R. 1982. Ledakan Penduduk. Jakarta: PT Gramedia.
Gugler Josef dan Alan Gilbert. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Hanington, P. Huntington. 2003. Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia. Yogyakarta: CV. Qalam.
Haris, Abdul dan Nyoman Andika. 2002. Dinamika Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia: Dari Persfektif Makro ke Realitas Mikro. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Jatman, Darmato. 1996. Perilaku Kelas Menengah Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Mansour, Fakih. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ofsset.
Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mantra, Ida Bagus dan Sukaya Sukawati, ed. 1993. Bali Masalah Sosial Budaya dan Modernisasi. Denpasar: Upada Sastra
May, Larry, Dkk. 2001. Etika Terapan I Sebuah Pendekatan Multikultural. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Muluk Khairul. 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang: Bayumedia Publishing dan Center for Indonesian Reform.
Munir, Rozy dan Prijono Tjiptoherijanto. 1981. Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bina Aksara.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern . Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Sahur, Ahmad. 1988. Migrasi, Kolonisasi, Perubahan Sosial. Jakarta: PT Pustaka Grafika Kita.
Singarimbun, Masri dan D.H. Penny. 1984. Penduduk dan Kemiskinan . Jakarta: PT. Bhatara Karya Aksara.

>> sumber: http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=15&idj=28&idv=232&idi=264&idr=1718