Suatu hari Sang Guru sedang rapat dengan seorang rekan bisnisnya. Di tengah-tengah rapat, tiba-tiba seorang anak buah Sang Guru masuk ke ruang rapat sambil tersengal-sengal dan dengan kalut dia melaporkan sesuatu kepada Sang Guru.
Sang Guru menjawab: "Ingat peraturan nomor 5." Mendengar ini, anak buahnya kontan jadi tenang, meminta maaf, dan mohon diri.
Sepenanak nasi kemudian, seorang anak buah lainnya dari Sang Guru menginterupsi rapat dan dengan resah mengeluhkan suatu masalah yang tampaknya membuatnya berbeban berat.
Sang Guru menjawab: "Ingat peraturan nomor 5." Mendengar ini, anak buahnya kontan jadi tenang, meminta maaf, dan mohon diri.
Sejenak berlalu, lagi-lagi seorang anak buah yang lain dari Sang Guru menerobos ke ruang rapat dan dengan penuh kekesalan menyampaikan uneg-unegnya kepada Sang Guru.
Sang Guru menjawab: "Ingat peraturan nomor 5." Mendengar ini, anak buahnya kontan jadi tenang, meminta maaf, dan mohon diri.
Menyaksikan peristiwa itu, rekan bisnis Sang Guru tidak tahan lagi untuk mengungkapkan rasa penasarannya. Ia bertanya: "Apa sih peraturan nomor 5 itu?"
Sang Guru menjawab: "JANGAN SERIUS-SERIUS AMAT LAH."
"Ooo, itu peraturan yang bagus," ujar rekan bisnisnya seraya mengangguk-angguk, "lalu, apa bunyi peraturan-peraturan lainnya?"
"Nggak ada sih, itu aja!" sahut Sang Guru sambil tersenyum lebar.
Cerita di atas mengajarkan kepada kita banyak hal mengenai kelapangan hati. Dalam keseharian hidup, kita senantiasa berkecimpung dengan hal-hal yang membuat kita cemas dan kesal. Andaikata kita bisa meletakkan setiap permasalahan kita dalam perspektif yang benar-benar esensial dan bernilai, kita akan bisa berpikir dengan lebih jernih.
Sebuah studi menunjukkan bahwa "penyebab kecemasan" orang-orang adalah:
Hal-hal yang tak pernah terjadi: 40%
Hal-hal yang silam dan tak bisa diubah: 30%
Perasaan takut sakit: 12%
Hal-hal sepele atau kurang beralasan: 10%
Masalah yang nyata/betulan: 8%
Jadi, survei membuktikan: 92% adalah kecemasan semu nan sia-sia!
Seiring dengan tumbuhnya kedewasaan spiritual kita, kita akan semakin menyadari kenyataan bahwa sehebat apa pun, kita dan segala atribut kita bukanlah pusat dari alam semesta. Dengan pemahaman ini, tatkala kita menghadapi kecemasan atau kekesalan, kita bisa mengingatkan diri bahwa apa yang terjadi pada kita bukanlah hal yang bersifat "personal".
Alam dan kehidupan berjalan secara tidak memihak. Semakin kita mampu menyelaraskan diri dengan jalannya kehidupan, akan semakin damai dan bahagialah kita. Kalau kita senantiasa ingat "peraturan nomor 5", kita akan lebih mudah untuk terus bangkit dan melenggang dalam segala terpaan hidup.
Be happy.
\(^0^)/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar